Kamis, 05 Maret 2015

Peradaban Dunia

Lanskap Peradaban Manusia Sejak Zaman Purba hingga Kini


lanskap-29
Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Geologic_time_scale
“C“Civilization exists by geological consent, subject to change without notice” kata ahli filsafat dan sejarawan Will Durant, mengingatkan kita mengenai lingkungan yang amat menarik yang membuat planet bumi dapat ramah terhadap kehidupan seperti yang kita ketahui sekarang ini. Planet Bumi setidaknya merupakan tempat yang amat khas — bukan karena manusia mendiami planet itu. Lebih dari satu juta jenis kehidupan telah hidup dan berkembang di tempat yang unik dalam sistem matahari. Homo sapiens, merupakan spesies dengan kekuatan penalarannya, menghuni planet bumi pada waktu yang paling akhir.
Planet Bumi yang Unik
Bumi kini seperti keadaannya setelah melalui masa-masa evolusi yang amat panjang dalam waktu geologi. Planet bumi lahir dalam sistem tata surya sekitar 4,7 miliar tahun yang lalu. Dengan berjalannya waktu planet bumi terus mendingin, gas-gas dilepaskan dari pembekuan magma menjadi batuan beku dan letusan gunung, gas H2O mengalami kondensasi dan perimbangan gas-gas lain di atmosfer menjadi kondusif bagi kehidupan.
Jejak kehidupan terlacak di planet bumi telah ada sejak 600 juta tahun yang lalu, dimulai dari tetumbuhan bersel satu setelah atmosfer terbentuk tadi. Evolusi kemudian telah mengubah dan menambah jumlah spesies kehidupan di bumi yang sekarang ini telah ada lebih dari satu juta spesies. Manusia mulai muncul menduduki planet bumi sejak 1,8 juta tahun yang lalu dan terus bertambah dan berkembang hingga kini.
 Manusia, hewan, dan tetumbuhan dapat hidup di planet bumi karena planet bumi selama evolusinya kemudian merupakan planet yang mempunyai daya dukung terhadap jenis-jenis kehidupan tadi. Apakah daya dukung tersebut tetap tersedia sepanjang masa? Makhluk hidup berinteraksi secara timbal balik dengan benda-benda tak hidup seperti udara, tanah dan batuan, air, dan membentuk suatu ekosistem sepanjang masa. Sistem bergulir terus, perubahanperubahan selalu terjadi, makhluk hidup beradaptasi terhadap alam sekitarnya, evolusi berjalan terus tanpa terasa, atau punah.
Peradaban Paleolitik 500.000 SM - 8.000 SM
Sejak kelahiran manusia pada kira-kira 1,8 juta tahun yang lalu daya dukung planet bumi untuk spesies manusia telah lebih dahulu bertambah, yaitu dilengkapi dengan tersedianya organisme yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan yaitu tetumbuhan dan hewan. Sekitar 500.000 Sebelum Masehi (SM) makhluk manusia ini, demi ketahanannya untuk hidup, menemukan atau menciptakan alat untuk berburu di hutan, di tepi sungai atau danau, di lereng-lereng pegunungan. Mereka menggunakan peralatan baru, yaitu peralatan yang terdiri dari batu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mampu digunakan sebagai ujung tombak, anak panah guna membunuh hewan buruan atau alat untuk memotong kayu; alat-alat tersebut digunakan untuk berburu binatang atau memotong dahan dan kayu.
Perubahan iklim yang terjadi pada 50.000 SM, yaitu pada zaman kemunduran dari Zaman Es ke empat atau zaman Es terakhir. Batas es di dunia cenderung bergerak mundur ke Utara. Antara masa itu dan 8000 tahun SM tampaknya terjadi penyebaran manusia yang meluas, khususnya di Afrika, Asia, dan Eropa dan kemudian membentuk suku-suku Negroid, Kankasoid, Mongoloid, dan Polinesia.
Dimana mereka berdiam kemudian menyesuaikan kehidupan dan peradabannya dengan kondisi geografi, geologi, dan iklim setempat. Tempat tinggal dapat berupa rumah pohon, gua-gua, atau rumah dari kayu atau batu; binatang perburuannya dapat berupa marmut, bison, kijang, rusa, ikan, burung, ular, dsb. sesuai dengan tetumbuhan dan hewan yang terdapat di wilayah masing-masing. Di zaman ini, tenaga yang dipakai untuk menggerakkan alat sepenuhnya dari tenaga otot manusia. Pengembangan cara ini merupakan penggunaan tenaga otot manusia secara lebih efektif, yaitu dengan menggunakan pegangan pada kapak batu, membuat busur untuk panah, atau alat untuk menggurdi.

Peradaban Neolitikum 8.000 - 4.000 SM
Revolusi Neolitikum mulai memperkenalkan aspek penting antara manusia dengan lingkungannya, yang semula kehidupannya berlandaskan kepada cara berburu sekarang berkembang menjadi bertani. Peralatannya dibentuk sedemikian rupa sehingga mampu digunakan untuk membabat hutan, menjinakkan dan memelihara hewan peliharaan seperti sapi, kambing, babi, dan mulai menanam padi, jagung, gandum, dan lain-lain tetumbuhan yang semula ada di sekitarnya di rawa-rawa, di tepian sungai, atau di hutan di sekelilingnya. Zaman ini dapat disebut telah terjadi revolusi peradaban karena untuk mengubah peradaban berburu menjadi petani tentunya telah terjadi proses pemilihan lahan yang subur, pemilihan jenis tanaman yang dapat dibudidayakan, pengembangan jenis peralatan yang sesuai, penyediaan sumber daya air, pemahaman akan iklim dan cuaca yang mendasar, dan pemilihan lahan yang bebas dari bencana alam.
Konsentrasi utama penduduk diduga ada di sekitar lembah sungai dan dataran yang subur, karena hanya tanah lanau yang dibawa sungai dan banjirlah yang dapat membuat suatu wilayah dataran yang subur seperti di Delta Eufrat dan Tigris di Mesopotania; atau di dataran kaki gunung api yang dapat berubah menjadi tanah laterit yang subur pula. Di tempat yang demikian itu jumlah penduduk mulai memadat roman muka bumi mulai berubah.
Keterkaitan dan ketergantungan hidupnya kepada alam sekitarnya barangkali juga mulai mengarah kepada pemikitan adanya kekuasaan yang lebih tinggi dari manusia. Barangkali manusia pada waktu itu mulai mempertanyakan mengenai asalmuasal kejadian, anugrah (kesuburan) dan kesalahan atau dosa (bencana, kurang subur, kebakaran, hama, penyakit, kegagalan dalam bertani, beternak, dan bencana alam), mulai memikirkan sebab-akibat dalam gerak kehidupan dan alam sekitarnya.
Alam lingkungan hidup manusia di Indonesia di Zaman Paleolitikum dan Neolitikum berada di wilayah kaki pegunungan gunung api atau pegunungan karst dengan gua-guanya, di dataran, di tepian danau, dan tepi sungai. Beberapa lokasi lain di Sangiran, di Gunung Pawon (Padalarang), Sumbawa, Kalimantan Timur. Peralatan yang ditemukan berupa ujung tombak dari batu rijang, anak panah dari obsidian, manik-manik dari kalsedon dan gua-gua di pegunungan gamping sebagai tempat tinggal atau berlindung.
 
Sisa-sisa bangunan atau sisa-sisa kawasan permukiman belum ditemukan mungkin karena bahan bangunan-bangunannya cenderung dari kayu yang mudah melapuk. Hanya pelataran dari susunan batu pipih di permukaan tanah ditemukan di beberapa tempat. Kesukaran menemukan jejak lanskap zaman purba barangkali karena sering terjadinya letusan gunung api yang dengan cepat menutupi kawasan dengan abu dan pasir, aliran lahar, atau oleh endapan banjir.
Peradaban Perunggu 4.000 - 2.000 SM Karena perubahan iklim dan cuaca, hutan yang ada waktu itu bergerak meluas ke arah lahan pertanian mereka dan ini membuat konflik
serius kepada para petani. Sahara kehilangan keseluruhannya, kekurangan air, dan menjadi gurun; tetapi Mediterania menjadi tempat pilihan dalam pengembangan budaya dan peradaban Barat. Penemuan-penemuan dan eksploitasi metalurgi sekarang memperkaya peradaban aman dan perang, tetapi yang paling penting adalah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri di waktu itu, serta perubahan sosial. Logam tidak dijumpai di kawasan pertanian yang subur tetapi di wilayah terasing yang jauh dan tidak subur. Sistem barter kemudian timbul, dan cara-cara komunikasi lebih berkembang antara bagian hulu dengan hilir.
Banyak wilayah dengan logam (besi, emas, perak atau permata) berubah menjadi kawasan tambang; industri-industri dan manufaktur logam menjadi menyebar di Eropa, Mesir, India, Mongolia, dan juga Cina. Temuan-temuan berbagai logam dan permata serta pengembangannya mempengaruhi timbulnya peralatan baru untuk berbagai pemanfaatan seperti alat-alat pertanian peternakan, bangunan, rumah tangga, industri rumah tangga, dan transportasi.
Gerobak beroda empat yang ditarik oleh lembu digunakan di Mesopotania sekitar tahun 3.300 SM, dan di India sekitar tahun 3.000 SM; hal tersebut telah mempengaruhi kepada kenaikan kemampuan daya angkut dan percepatan gerak alat angkut. Mereka telah mengenal irigasi karena banjir sering melanda; tetumbuhan gandum pernah ditemukan pula pada gambar hiasan pada sebuah bejana keramik yang sangat indah dari Urug. Moenjo-Daro merupakan sebuah kota besar yang indah, terbuat dari bata merah dengan barang-barang temuan lain yang mencerminkan kemakmuran, kecerdasan dan disiplin suatu bangsa yang berkembang di lembah Sungai Indus di India (2500 SM).
 Piramida Gizeh dari Mesir yang dibangun sekitar 2500 SM dibuat dari batuan granit merupakan bangunan dengan bentuk geometri yang sederhana di tepi Sungai Nil. Banjir Sungai Nil di wilayah delta memberi makna kepada ritme kehidupan di wilayah itu. Bukit buatan yang didirikan manusia pada waktu itu (2250 SM) di dataran Ur, berupa bukit buatan berundak setinggi lebih kurang 30 meter, dibuat dari batu bata di bagian luarnya dan lempung pada intinya, bukit tersebut berfungsi sebagai tempat upacara pemujaan.
Bangsa Mesir Kuno tampaknya telah menggunakan tenaga air dengan menempatkan sebuah alat beroda gigi di bawah air terjun. Gerakan air terjun yang memutar roda gigi selanjutnya dipakai untuk menggerakkan benda lain seperti menggiling biji gandum, menumbuk biji jagung, dan sebagainya. Orang Romawi kuno menggerakkan roda gigi dengan menggunakan kuda, tenaga budak, dan mungkin juga tenaga air.
 Zaman “Percepatan Perubahan” 2.000 SM - 1.700 M
Temuan demi temuan sejak zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Zaman Perunggu, telah mengubah wajah bumi oleh tindakan-tindakan dan peradaban manusia. Dari zaman berburu hingga zaman pertanian peralatan demi peralatan ditemukan yang makin lama makin bertambah efisiensinya, bertambah pula penguasaan lingkungan fisiknya, bertambah pula kecepatan gerak manusia, bertambah tingkat kemudahan untuk memperoleh kebutuhan materi dan hal ini mempengaruhi pula pertambahan kesehatan dan umur manusia, percepatan pada unsur non-teknologi dan perubahan kebudayaan.
 Babylonia kemudian muncul dengan indahnya setelah Ur. Di Nippur, di dataran Sungai Eufrat dan Sungai Tigris ditemukan pada lempengan keramik tanah menggambarkan sebuah rencana kota tertua (1500 SM). Perubahan-perubahan aliran sungai Eufrat dilaksanakan, pembuatan bendugnan di bagian hulu dikerjakan pada abad ke-7 SM. Lanskap berubah oleh campur tangan manusia, pembangunan Menara Babel yang terkenal dan juga Taman Tergantung terjadi antara tahun 604 dan 562 SM. Percepatan perubahan budaya dipicu oleh pesatnya perkembangan falsafah manusia terhadap lingkungannya dan tumbuhnya ilmu pengetahuan yang diprakarsai oleh Socrates dan kawan-kawan.
Perkembangan peradaban yang digambarkan di atas yang bergerak dari masa berburu hingga pertanian, telah menutup masa silam manusia untuk berpindah dari masa tenaga otot ke tenaga lain. Selama perkembangan masa lalu itu telah terjadi perubahan pada permukaan bumi oleh manusia. Hutan dibabat, bukit dipapras, dan pemandangan berubah dari pemandangan alam ke pemandangan buatan manusia.
Manusia telah banyak belajar dari pengalamanpengalaman masa lalu, belajar dari alam, belajar dari lingkungan dan lebih mampu memanfaatkan alam bagi kenikmatan hidupnya. Kota-kota besar dibangun, industri digelar, perdagangan diperiuas. Kota yang indah dan sejahtera telah dibangun di tahun 425 SM, di tepi pantai di Italia Selatan yaitu Kota Pompeii. Di sebelah baratnya sejauh ± 40 kilometer tampak dengan anggunnya Gunung Api Vesuvius. Beberapa kali kota Pompeii dilanda gempa, dan ditahun 79 M terkubur total oleh abu dan lapilli setebal lebih dari 6 meter akibat letusan Gunung Vesuvius. Di tahun 1748 kota Pompeii digali kembali dan mulai direkonstruksi, dan orang terkesima dengan hebatnya peradaban masa lalu.
 Untuk mencapai perkembangan seperti tersebut di atas diperlukan waktu hampir satu juta tahun.
 Zaman pengangkutan dengan tenaga manusia, kuda, perahu layar, perbudakan dan air berjalan antara tahun 3.000 SM sampai dengan kira-kira tahun 1.800 Masehi, atau hampir 5.000 tahun.
 Revolusi Industri dan Dampaknya
Dari waktu ke waktu sejak zaman Pra Sejarah tampaknya terdapat permasalahan mengenai energi. Revolusi Industri, yang dimulai dengan penemuan energi uap dan mesin uap oleh James Watt pada pertengahan abad ke-18 telah membuka cakrawala baru buat perkembangan peradaban dan budaya teknologi. Setelah itulah penggunaan tenaga batubara mulai berkembang, kemudian dilengkapi dengan bahan bakar minyak bumi dan hidroelektrik. Dinamika pergerakan manusia dalam memenuhi aneka kebutuhannya semakin bertambah dengan lebih cepat: pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, peralatan, serta kebutuhan transportasi. Daya jangkau manusia untuk melakukan perjalanan bertambah dengan munculnya mobil, kereta api dan kapal api; industri tumbuh di pelbagai lokasi dan menghasilkan berbagai kebutuhan materi, bahan dasar industri dan bahan energi di eksploitasi secara luas.
Kota-kota besar tumbuh cepat di setiap daerah, jaringan jalan merambah kawasan perkotaan, industri, pusat-pusat perkebunan dan simpul-simpul kegiatan serta simpul distribusi. Akibatnya, sejak Revolusi Industri sampai dengan tahun 1970-an pemanfaatan bahan bakar batubara dan minyak bumi naik secara nyata: batubara naik sekitar 3% pertahun, dan minyak bumi naik sekitar 7% per tahun sehingga kenaikan produksi penambangannya naik secara eksponensial.
Pesatnya perkembangan industri, khususnya di negara-negara maju, mempercepat pula pertumbuhan kota-kota besar dan kegiatan tersier baik di bidang pertanian maupun industri dan selanjutnya mengubah penyebaran penduduk. Semakin bekembangnya kegiatan berbagai industri, membentuk pemusatan-pemusatan penduduk yang lebih besar lagi ke dalam lokasi-lokasi pusat yang bertanggung jawab terhadap perkembangan kota. Pengembangan pertanian, industri, dan perkotaan didahului dan diikuti dengan pembabatan hutan, alih fungsi lahan, penggarapan lahan, penambangan sumber daya energi dan sumber daya mineral, serta eksploitasi sumber-sumber bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu, dan sumber air.
Perkembangan kota-kota lama terjadi di kelima benua, di Eropa, Asia Tengah, Afrika, Asita Timur, Amerika Selatan dan di Australia. Pembangunan kotakota tua didasari atas berbagai hal antara lain lokasi yang strategis dipandang dari segi perdagangan, pertahanan, adanya mineral bahan tambang dan kegiatan penambangan, sumber, air yang melimpah, tempat rekreasi atau kegiatan keagamaan, mata air panas untuk penyembuhan. Kerusakan atau kehancuran sebuah kota dapat pula terjadi karena beberapa hal, di antaranya habisnya cadangan hasil tambang, pelabuhan yang mendangkal, lahan kota yang amblas terus-menerus, gempa bumi, letusan gunung api, atau oleh peperangan, dan sebagainya. Revolusi Industri selalu memicu negara-negara industri untuk mencari lebih banyak lagi mencari sumber energi fosil.
Pasca Perang Dunia II
Peperangan, khususnya Perang Dunia II, telah mendorong timbulnya industri perang secara besar-besaran dan simultan di negara-negara yang aktif berperang, yaitu: Eropa, Rusia, Amerika, dan Jepang; negara-negara kecil yang nota bene adalah negara jajahan tetapi memiliki sumber daya alam, sumber daya energi dan sumber daya mineral turut serta menyediakan bahan dasar industri dan bahan dasar energi secara besar-besaran pula. Tidak jarang negara- negara kecil tersebut turut serta diperebutkan selama perang dan turut menderita karenanya antara lain Indonesia (Hindia Belanda).
Setelah Perang Dunia II usai maka tampaklah bahwa negara-negara di dunia ini dapat pula dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pertama, negara-negara adidaya yang kaya akan sumber daya alam, teknologi dan industri seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris. Kedua, negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam tetapi berteknologi dan industri seperti Jepang dan Italia. Ketiga, negaranegara yang kaya akan sumber daya alam tetapi tidak berteknologi dan industri, dan cenderung berbudaya tradisional seperti Indonesia dan Filipina. Terakhir, negara-negara yang miskin sumber daya alam dan tidak berteknologi dan industri dan cenderung berbudaya tradisional seperti Banglades dan Tanzania.
Negara-negara yang kaya atau mempunyai sumber daya alam tetapi tidak berteknologi dengan kehidupan berbudaya tradisional cenderung membangun negaranya dengan mengexploitasi kekayaan alamnya dan menjualnya ke negara maju. Eksploitasi sumber daya alam tersebut mengakibatkan  rusaknya lingkungan secara besar-besaran dan meliputi banyak wilayah. Eksploitasi bahan tambang baik yang berupa mineral logam, mineral bahan bakar, maupun bukan logam, atau rr ineral industri meninggalkan pula luka-luka yang dalam seperti lubang-lubang bekas galian, danau-danau, tebingtebing galian yang terjal dan sering longsor, timbunan dari sisa-sisa pengolahan berupa batu-batu, pasir, lumpur (tailing) di kawasan yang luas, gersang, erosi tinggi, berdebu pada musim kemarau. Tidak jarang pula bekas-bekas penambangan juga menyebabkan pencemaran udara, tanah, pencemaran air tanah, dan pencemaran lingkungan.
Setelah Perang Dunia II usai maka banyak negara-negara jajahan memanfaatkan untuk melepaskan diri dari penjajahnya dan kemudian membangun negaranya masing-masing. Kota-kota besar bermunculan demikian pula kawasan-kawasan industri, jaringan transportasi baru, pembukaan lahan untuk tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan, pembangunan sarana serta prasarana dan pariwisata. Semua pembangunan tersebut memerlukan pendukung seperti ketersediaan lahan, tanah/batu/mineral untuk pembangunan, air untuk berbagai keperluan. Eksploitasi sumber daya alam tersebut menambah ramainya gangguan terhadap ekosistem yang tidak mudah untuk mengatasinya karena berbagai kendala-kendala tadi turut menambah terjadinya bencana yaitu bencana teknologi seperti longsoran, banjir, jebolnya bendungan, runtuhnya bangunan, robohnya jembatan, meledaknya pabrik, dan lainlain. Pergerakan penduduk dari wilayah pedesaan ke kota besar selalu bertambah dari waktu ke waktu. Di tahun 1960-an persentase pergerakan penduduk ke kota berkisar antara 40-70%, dan pertambahan kota dari yang berpenduduk 5.000 orang hingga lebih dari 1.000.000 juga selalu bertambah demikian pula di Indonesia.
Ini berarti pembangunan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup juga terus bertambah seperti pembangunan sarana air bersih, listrik, berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, transportasi, tempat pembuangan sampah, dan lainlain. Dan kesemuanya memerlukan lahan, bahan bangunan, bahan dasar industri, air, dan bangunanbangunan pengendali berbagai bencana alam. Manusia tidak henti-hentinya mengintervensi alam, kadang-kadang disertai upaya reklamasi, preservasi, maupun konservasi tetapi sering kali hal-hal tersebut terabaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar